Seiring berkembangnya Partai
Politik ditanah air, banyak Partai Politik yang memiliki Modal Besar
memanfaatkan media karena dianggap berbanding lurus dengan output yang akan
dihasilkan bagi partai politik yang sadar media, begitu pentingnya media massa
bagi partai politik, tidak sedikit energi yang digunakan untuk keberlangsungan
media yang dikelola oleh partai politik.
Misalkan, menjelang pemilu 2004,
Partai Demokrat yang merupakan partai relatif baru, membuat Majalah Kandidat,
majalah yang dikelola oleh para pakar media ini didesain secara eksklusif.
Sehingga banyak yang tidak tahu ini majalah partai politik, karena dari sisi
kontennya semakin terlihat banyak mengulas tentang Partai Demokrat dan SBY,
akhirnya banyak publik tahu majalah ini milik Partai Demokrat. Para elite
partai sadar bahwa media massa sangat penting dalam proses kampanye politik.
Sebagai media partisan, tabloid,
majalah dan koran yang berafiliasi dengan partai politik sering kali mengalami
pasang surut seiring dinamika dan posisi partai politik sendiri. Media akan
besar jika partainya mengalami kejayaan, namun jika perolehan suara partainya
menurun, ada fase dimana media seolah-olah tidak diperlukan lagi. Terkadang,
media yang dikelola partai politik juga sebenarnya tidak berbanding lurus
dengan kepemilikan modal sebab Majalah Kandidat pun kemudian tidak muncul lagi
padahal Demokrat menjadi pemenang pemilu 2008 termasuk Pilpres.
Keberadaan media massa dalam partai
politik, seolah sangat terkait dengan waktu kampanye menjelang pemilu lima
tahun sekali, dipahami bahwa media dibutuhkan hanya menjelang pemilu, padahal,
kampanye sebaiknya dilakukan setiap saat selama lima tahun itu.
Menjelang pemilu 2014, pola “perang media” pun
semakin masif dan lebih canggih, melainkan seluruh potensi media dikelola
secara profesional, media yang digunakan untuk kepentingan politik tidak hanya
surat kabar, tabloid dan majalah, tetapi juga televisi, radio dan internet
(media online).
Ada yang mengelolanya secara
profesional, yang digunakan untuk kepentingan partai politik, seperti MetroTV
milik Surya Paloh pendiri Partai Nasional Demokrat, sedangkan TVOne dan ANTV
dimiliki oleh pengusaha dan politikus yaitu Aburizal Bakrie yang merupakan
Ketua Umum Partai Golkar, juga ada MNC Group (Global TV dan RCTI) milik Hari
Tanoesoedibyo yaitu pendiri Partai Perindo.
Namun masih ada masih ada beberapa
group media besar yang masih berada pada posisi netral dari partai politik
secara langsung, seperti Tempo Group, Kompas Group dan Jawa Pos Group, ketiga
group ini sebenarnya sangat potensial mengingat sudah mengakar dengan puluhan
anak perusahaan dan memiliki seluruh versi media dari cetak, elektronik hingga online.
Disini kita dapat melihat betapa
besarnya kepentingan politik terhadap media massa. Kuat dugaan, media massa
menjadi target yang harus dimiliki, mengingat kekuatan opini yang dibangunnya
sangat masif sehingga efektif untuk mensosialisasikan ideologi, program,
termasuk mengkonter opini. Kepentingan menyerang lawan dan membela partai, juga
sangat efektif dilakukan melalui media yang dimiliki, jadi jelas posisi media
massa bagi partai politik berperan dalam membangun opini publik. Dengan daya
jangkaunya yang luas dan keserempakan khalayak menerima pesan, media massa
menjadi bagian yang sangat vital dalam membangun persepsi masyarakat tentang
partainya atau tokoh-tokohnya, oleh karena itu komunikasi politik dalam
prakteknya tidak bisa lepas dari opini publik. Di negara Demokrasi, opini
publik memiliki peran yang sangat strategis, pesan-pesan politik senantiasa
disaluran lewat proses opini publik dengan bantuan media massa. Karenanya,
opini publik sangat terkait pula dengan komunikasi politik sebagai salah satu
jenis komunikasi yang senantiasa dilakukan oleh manusia.
PENGERTIAN
OPINI PUBLIK
Beberapa pengertian Opini Publik
menurut Astrid S.Soesanto (1975), adalah sifat umum yang diselidiki ilmu
komunikasi yang merupakan bentuk kelompok (sosial) yang kolektif dan tidak
permanen. Kata “publik” melukiskan kelompok manusia yang berkumpul secara
spontan dengan syarat-syarat :
- Menghadapi suatu
persoalan
- Berbeda opini
mengenai suatu persoalan dan berusaha mengatasinya
- Untuk mencapai
jalan keluar, melalui keinginan berdiskusi. Disini publik belum terbentuk
dan tidak terorganisasi. Setiap publik terikat persoalan dengan sendirinya
terbentuk banyak publik karena masing-masing mempunyai persoalan yang
meminta perhatian. Perkataan “public” membawa persoalan komunikasi mengenai
“what the public wants”. Peranan komunikator harus mengetahui keinginan
komunikan, misalnya menyebarkan informasi yang sesuai dengan keinginan
penerima pesan.
Menurut Leonard W. Doob (Olii,2007),
opini publik mempunyai hubungan yang erat dengan sikap manusia yaitu sikap
pribadi atau sikap kelompok. Doob selanjutnya mengatakan bahwa opini publik
adalah sikap pribadi seseorang ataupun sikap kelompok. Maka itu, sebagian
sikapnya ditentukan oleh pengalaman dari dan dalam kelompoknya.William
McDougall dan Otto Friedman pun memiliki pendapat yang sama bahwa opini publik
dan sikap pribadi manusia memiliki hubungan yang erat. Pengalaman pribadi dan
pengalaman masyarakat menentukan sikap apa yang dianggap benar dan salah. Orang
menentukan sikap serta membentuk opininya bila menghadapi suatu persoalan.
Dari tinjauan Sosiologi dan Komunikasi :
- Dari tinjauan
Sosiologi, Emory S. Bogardus mengatakan opini publik dari segi pengaruh
politik berpendapat, opini publik merupakan dasar dari hukum, kekuatan
hukum tergantung dari dukungan yang diberi opini publik. Apabila opini
publik mempunyai opini atau sikap tertentu terhadap suatu masalah, sikap
itu mempunyai kekuatan hukum, tertulis ataupun tidak tertulis.
- Dari tinjauan Ilmu
Komunikasi, mengenai soal-soal tertentu apabila dibawa dalam bentuk
tertentu kepada orang-orang tertentu akan memberi efek tertentu pula.
Komunikasi yang diadakan dan ditujukan pada persoalan tertentu akan
menghasilkan interpretasi dan pernyataan-pernyataan tertentu maka akan
ditemukan unsur aktualitasnya. Tindakan komunikasi membawa persoalan
kepada orang-orang dengan harapan akan memperoleh tanggapan atau umpan
balik.
Menurut Arifin, opini publik adalah
salah satu bentuk efek dari pesan politik dalam proses komunikasi yang
bersumber dari politikus misalnya, akan menjelma menjadi pesan politik dari
publik kepada politikus melalui media massa. Politikus yang pada awalnya
berperan sebagai sumber pesan pesan politik akan merubah menjadi penerima pesan
atau informasi dan publik akan merubah menjadi sumber pesan atau informasi
tentang opini publik yang tercipta. Komunikasi politik yang bersifat timbal
balik dan dua arah ini diperankan oleh media massa sebagai alat penyalur.
Fungsi sosial media massa selain membentuk opini publik juga menyalurkan opini
publik.
Media massa dalam membentuk atau
mengarahkan publik, telah melahirkan beberapa teori yang sangat populer seperti
Teori Peluru (the bullet theory), Teori Jarum Suntik (Hypodermic needly theory)
dan Teori Sabuk Transmisi (Transmission belt theory). Teori-teori tersebut
menganggap bahwa khalayak tidak berdaya. Pesan apa pun yang disampaikan pasti
kena dan akan tertanam dalam benak khalayak. Sesuai dengan perkembangan wawasan
dan daya kritis khalayak terhadap setiap pesan yang diterima, teori-teori
tersebut sekarang dipertanyakan karena pola komunikasi yang dilakukan bersifat
timbal balik tidak satu arah lagi.
Dalam upaya membangun citra dan
opini publik yang positif, sebagai komunikator politik, para politikus selalu
memandang bahwa pesan politik apa pun yang disampaikan kepada khalayak melalui
media massa pasti akan menimbulkan efek yang positif. Itulah kenapa kegiatan
kampanye politik atau sosialisasi politik dilakukan melalui pidato pada rapat
umum atau melalui media massa. Kemudian banyak komunikator atau politikus yang
menganggap bahwa efek dari opini publik dapat diramalkan, juga bisa diciptakan
atau direkayasa melalui perencanaan awal.Inilah pola lama yang sesungguhnya
menempatkan khalayak pada posisi pasif, tidak berdaya dan seperti botol kosong.
Zaman berubah, Sosial masyarakat
semakin maju, media massa lebih terbuka terhadap masukan, kritik dan opini
masyarakat maka komunikasi menjadi tidak sederhana. Proses komunikasi bersifat
timbal balik, bahkan hampir tidak dapat diketahui siapa yang memulai dan yang
mengakhiri, siapa yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Media massa hanya
menjadi lalu lintas opini publik yang ada dimasyarakat. Publik lebih cerdas
dalam menangkap isu, memiliki banyak pembanding dalam informasi dan memiliki
banyak referensi untuk mengadu wacana.
Menurut Arifin, ada perbedaan
antara Massa dan Publik, Publik adalah bagian dari Massa, yaitu suatu kelompok
orang yang dihadapkan pada suatu permasalahan (isu) yang sulit dan pada penyelesaiannya
yang kontroversial sedangkan Massa terdapat individu-individu yang mengelompok
secara spontan karena tertarik oleh masalah yang menyangkut kepentingan umum,
terutama yang dilontarkan oleh media massa.
Pada Komunikasi Politik, publik
terbentuk dimulai oleh adanya pesan politik yang aktual(baru, menyangkut
kepentingan politik dan kontroversial) melalui media massa, diterima dan
dibahas oleh kelompok-kelompok di berbagai tempat yang memiliki perhatian,
kepentingan dan pengetahuan politik serta penalaran daya kritis dan analisis
yang tajam untuk mencari solusi atau pengambilan keputusan politik, keputusan
itu dapat berupa penerimaan (pro), protes (kontra) atau melihat perkembangan.
Menurut Rousseau (dalam Arifin, 2008) Publik
memiliki 3 level, yaitu :
- Level Pertama,
Pembuat Opini Publik adalah mereka yang tidak hanya mampu mengemukakan
opininya secara terbuka, tetapi juga mampu mempengaruhi opini orang lain,
terutama memobilisasi dukungan terhadap opininya atau opini orang lain
yang didukungnya.
- Level Kedua,
Lapisan Menengah (Attentive Public) adalah mereka yang amat tertarik,
berminat dan aktif mengamati kecenderungan opini publik. Berdasarkan
masukan yang diterimanya, ia pun kemudian menetapkan opininya sendiri,
namun tidak mampu memobilisasi dukungan orang lain untuk mendukung
opininya.
- Level Ketiga,
Lapisan Bawah (Mass Media) adalah mereka yang daya antisipasinya sedikit
atau tipis sekali, lebih dimotivasi oleh hubungan emosional dan kurang
memperhatikan pertimbangan rasional atau akal sehat.
Setiap lapisan publik itu semuanya
terjadi pada individu-individu yang memiliki karakter, motivasi dan kepentingan
sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lainnya.
Proses opini publik, bukan hanya
berlangsung melalui proses komunikasi massa, melainkan proses komunikasi antar
pribadi. Menurut Bernard Hennessy (1990) dalam bukunya Pendapat Umum,
mengemukakan lima faktor pembentuk opini publik :
- Adanya Isu
(presence of an issue). Harus terdapat konsensus yang sesungguhnya, opini
publik berkumpul disekitar isu. Isu dapat didefenisikan sebagai suatu
kontemporer yang didalamnya mungkin tidak terdapat kesepakatan atau
kontroversi juga konflik kontemporer.
- Adanya kelompok
yang dikenal dan berkempentingan terhadap suatu isu (nature of public)
- Adanya pilihan
yang sulit (complex of preferences) mengacu pada totalitas opini para
anggota masyarakat tentang suatu isu.
- Adanya suatu
pernyataan/opini (expression of opinion). Berbagai pernyataan bertumpuk
sekitar isu. Pernyataan biasanya melalui kata-kata yang diucapkan atau dicetak.
Menurutnya, opini publik internal mengacu pada sikap ketidak berkenaan
publik terhadap isu tertentu yang tidak diungkapkan. Sementara opini
publik tersembunyi mengacu pada sikap publik mengenai suatu isu, namun
tidak menggugah atau memengaruhi perilakunya.
- Adanya sejumlah
orang yang terlibat (number of persons involved). Opini Publik adalah
besarnya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap isu. Dengan maksud
mengesampingkan isu-isu kecil dengan pernyataan-pernyataan yang tidak
begitu penting dari individu yang sifatnya sangat pribadi (Helena
Olii,2007:20)
Sebagai pesan dalam komunikasi politik, opini publik
pada dasarnya memiliki muatan politik yang kental dan menyangkut kepentingan
umum serta bersifat terbuka dan aktual, sering disebut sebagai kekuatan politik
dan menjadi dasar negara Demokrasi
PROSES
TERBENTUKNYA OPINI PUBLIK
Apa yang dilakukan oleh partai
politik dengan membuatmedia massa atau membeli media massa atau membeli media
yang sudah ada merupakan gambaran sebuah upaya dimana opini public sebenarnya
harus diciptakan melalui sebuah “rekayasa” yang sistematis. Suara partai atau
kepentingan politik tidak mungkin dengan sendirinya muncul di media massa tanpa
upaya yang maksimal dan para elitnya.
Banyak isu yang berkembang di
masyarakat, pada umumnya memang dimulai dari informasi yang disampaikan oleh
media massa. Rumor-rumor politik, ekonomi, hokum dan lain sebagainya. Semua itu
dilakukan melaluisebuah proses kajian internal karena setiap pesan yang
disiarkan pasti telah trseleksi secara ketat dan sadar betul efek apa yang akan
ditimbulkannya.
Menurut santoso, opini merupakan
pernyataan tentang sikap mengenai suatu masalah yang controversial.Opini timbul
sebagai hasil pembicaraan tentang masalah controversial yang enimbulkan
pendapat berbeda-beda.Menurut Cutlip dan Center, sikap adalah kecenderungan
untuk memberikan respons terhadap suatu masalah atau suatu situasi tertentu.
Bagi Olii, opini dan sikap memiliki
pengertian yang berbeda walaupun pada kedua istilah itu terdapat suatu
interaksi yang berkesinambungan. Sikap ada dalam diri seseorang, sedangkan
opini (pernyataan, ekspresi) keluar dari diri seseorang.
Untuk memungkinkan suatu opini baru
di terima masyarakat, sikap masyarakat yang bersangkutan harus diusahakan bisa
menguntungkan dan mendukung penyebaran opini baru.Selanjutnya, sikap yang
bertentangan diusahakan dapat dinetralisasi ataupun dialihkan sehingga opini
barupun dapat di terima.
Dalam pembentukan opini suatu
persoalan yang diawali dengan diskusi, kemungkinan untuk mencapai opini yang
benar ataupun baik bagi pemecahan persoalannya bergantung sekali pada:
1.
Apakah kelompok minoritas dapat juga
berbicara lain dari pada kelompok mayoritas. Artinya, diperlukan keterbukaan
pendapat tanpa memandang kkelompok mayoritas atai minoritas.
2. Informasi
yang cukup dan benar dapat dipakai sebagai landasan ataupun titik tolak
pembentukan pendapat. Opini tidak dimulai dari rumor atau pendapat yang tidak
benar atai isu semata.
3.
Sifat manusia untuk berpihak. Setiap
manuasia memiliki keberpihakan, hal itu wajar selama tetap berpegang pada opini
yang benar.
Sebaggaimana dikutip Olii, Bernard
Hennessy menyatakan bahwa perilaku manusia lainnya biasanya berhubungan dengan
perbedaan opini .
Pembentukan opini bisa terjasi
secara cepat, tetapi juga terkadang sangat lambat, bahkan tidak sedikit opini
yang kemudian menggantung tanpa kejelasan.Faktor-faktor yang membatasi dan
mempengaruhi sejumlah fakta, pengalaman dan penilaian tentang opini public
merupakan bagian dari perumusan opini yang dilakukan tanpa akhir dengan
berbagai intensitas dan hasil yang berbeda-beda.
Menurut Kenneth E. Anderson (1972),
perhatian adalah perasaan mental ketka pesan (stimulus) dan rangkaian pesan
menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat pesan lainnya melemah. Pesan
diperhatikan karena sifatnya yang menonjol, antara lain intensitas pesan,
kebaruan, dan pengulangan.
Semua pesan dan pembicaraan politik
mendapat perhatian, kemudian diolah dan diproses oleh alat kerohanian individu
sehingga menjadi pengertiandan pengetahuan.Alat kerohanian itu adalah akal dan
intuisi.Akal berfungsi sebagai alat pengetahuan setiap individu yang melahirkan
pikiran.Sedangkan intuisi adalah alat pengetahuan manusia yang bersifat
instingtif yang berakar pada potensi karsa seseorang.Potensi karsa melahirkan
kemauan san perasaan. Karena itu, ia dapat menjadi alat pembanding bagi pikiran
dan member arah serta menentukan struktur dan aktivitas pikiran.
H.J. Langevelt menjelaskan bahwa
mengetahui menurut akal adalah membuat jiwa, yaitu objek yang selain diingat
dan dikuasai olehnya.Apa yang di tangkap dari objek itu adalah wujud pesan
dalam jiwa kita dinamakan pengertian.
Mengerti pada dasarnya adalah
sesorang dapat menerangkan keadaan secara teratur, dengan member jawaban atas
pertanyaan: apa, mengapa, bagaimana, dan untuk apa. Pembentukan pengertian itu
melalui tiga fase.Pertama, fase analisis, yaitu menguraikan totalitas
menjadi cirri-ciri. Kedua, fase
komparasi, yaitu membandingkansatu dengan cirri-ciri lain yang diperoleh.Ketiga, fase bastraksi, yaitu
menyampaikan cirri-ciri yang kebetulan berbeda atau memisahkannya dari
cirri-ciri yang khas menjasi sebuah pengertian.
Hasil proses berfikir selanjutnya
dalah keputusan membentuk opini atau pendapat dan kesimpulan. Dalam hal inilah,
sesorang akan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap suatu pesan atau
pembicaran politik yang menyentuh dan merangsang. Setelah proses berfikir ittu,
kemudian beralih pada aspek motorik dengan melakukan tindakan politik sebagai
manifestasi dari hasil pikiran (sikap dan opini).
Opini individu-individu masih
merupakan opini pribadi yang bisa sama atau berbeda satu sama lain.
Syarat opini public harus
dinyatakan secara umum dan terbuka agar dapat berfungsi sebagai kekuatan
politik karena opini public itu merupakan milik orang banyak dan menyangkut
kepentingan umum. Dalam arifin (2008 : 86), Doob menyatakan bahwa opini yang
telah dinyatakan itu menjadi actual
(public) opinion. Karenanya menurut Iris dan Protho, consensus public yang
telah mengalami proses komunikasi disebut opini; sedangkan bila perasaan
ataupun pemikiran atau consensus dalam public belum dinyatakan secara umum dan
terbuka, masih merupakan sikap (attitude).
Selanjutnya, Cutlip dan Center
menyatakan bahwa pembentukan opini public terjadi karena: Pertama,sejumlah orang menyadari suatu situasi dan masalah yang
dianggap perlu dipecahan. Maka itu sejumlah orang mencari beberapa alternative
sebagai pemecahan masalahnya, yang didasarkan pada fakta yang diperolehnya.Kedua, beberapa alternative lain sebagai
saran pemecahan masalah dikemukakan sehingga terjadi diskusi tentang
kemungkinan penerimaan salah satu atau beberapa alternative.
Ketiga,
pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan pilihan terhadap salahsatu atau beberapa
alternative yang disetujui bersama melalui pelaksanaan keputusan yang telah
diambil.Keempat, berdasarkan
keputusan, dirumuskan suatu perincian pelaksanaan dan tindakan dalam bentuk
program sebagai konsep kerja yang mancari dukungan lebih luas, bukan saja dalam
kelompok yang telah menerimanya, melainkan juga di luar kelompok sehingga
terjadilah diskusi secara menjalar di kelompok-kelompok lain.
KARAKTERISTIK
OPINI PUBLIK
Opini public merupakan suatu
pengumpulan citra yang diciptakan proses komunikasi. Gambaran tentang sesuatu,
apakah berbentuk abstrak atau kongkret, bermuka banyak atau berdimensi jamak
terjadi akaibat perbedaan penafsiran (persepsi) diantara peserta komunikasi.
Redi Panuju (2002) mengatakan bahwa
pergeseran opini berakibat pada opini public. Pergeseran itu sendiri disebabkan
beberapa faktor:
1. Faktor
Psikologis
Tidak ada kesamaan antara individu yang satu dengan
yang lainnya, yang ada hanya kemiripan yang memiliki banyak perbedaan. Sehingga
setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam merespon stimulus atau
rangsangan yang menghampirinya. Perbedaan
berdasarkan faktor psikologis menyebabkan perbedaan pemaknaan terhadap
kenyataan yang sama. Perbedaan kemungkna bisa mencair karena hancurnya
kepercayaan public terhadap isu.Isu tersebut bisa menyempit atau melebar karena
ada kecenderungan gejala hiperrealitas dalam komunikasi. Hiperrealitas adalah
kecenderungan membesarkan sebagian fakta dengan menyembunyikan fakta yang lain.
Hasil dari proses perubahan psikologi, bisa menghasilkan pergeseran makna.
2. Faktor
Sosiologis
Ada anggapan bahwa opini public terlibat dalam
interaksi social, isalnya pada:
a.
Saat mewakili citra superioritas, yaitu
barang siapa menguasai opini public, ia akan mengendalikan orang lain.
b.
Opini Publik mewakili suatu kejadian
sehingga individu merasakan keberadaannya dalam opini public serta
keterlibatannya sebagai bagian anggota masyarakat.
c.
Opini public berhubungan dengan citra,
rencana, dan opersi. Kenneth R. Boulding (1969) mengutarakan, citra, rencana,
dan operasi merupakan matriks dari tahap-tahap kegiatan dalam situasi yang selalu
berubah. Matriks prilaku sangat bergantung pada citra.
d.
Opini public disesuaikan dengan
kemauan banyak orang. Untuk itu, banyak
orang brelomba memanfaatkan opini public sebagai argumentsi atas alasan
memuruskan sesuatu.
e.
Opini public identik dengan hegemoni
ideology. Kelompok atau pemerintah yang ingin tetap berkuasa, harus mampu
menjadikan ideology kekuasaan dominan dalam opini public.
3. Faktor
Budaya
Budaya dapat diartikan sebagai seperangkat nilai
yang digunakan untuk mengelola kehidupan manusia, memelihara hidup, menjaga
dari gangguan internal maupun eksternal, dan mengembangkannya. Masyarakat kita
menyenangi gossip atau isu atau rumor (desas-desus) sehingga gejala meme (suatu unit informasi yang
tersimpan di benak seseorang, yang memengaruhi kejadian dilingkungan sedemikian
rupa sehingga tertular di benak orang lain) cepat menyebar menembus
jaringan-jaringan social yang terisolasi. Akibatnya, terjadilah interaksi
antara tradisi dan etika.Interaksi itu berhenti pada tataran opini public.
4. Faktor
Media Massa
Mengutip
Meyer, Olii mengatakan bahwa interaksi antara media massa dengan intstitusi
masyarakat menghasilkan produk isi media. Oleh audiens, isi media diubah
menjadi gugusan-gugusan makna. Hasil drip roses penyandian itu sangat
ditentukan oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, pengalaman masa
lalu, kepribadian, dan selektivitas dalam penafsiran.
CITRA
DAN OPINI PUBLIK
Politik citra menjadi trend bukan
hanya di Indonesia, melainkan juga di Negara-negara maju seperti Amerika
serikat atau Negara-negara Eropa.Popularitas menjadi hal yang sangat penting
selain kandidat dan lembaga politik harus selalu berhati-hati agar tidak
terjebak pada citra buruk yang mungkin dapat ditimbulkan oleh lawan politiknya.Pada
dunia yang dipenuhi dengan perang citra, bangunan citra positif bisa saja jatuh
karena ada proses pencitraan yang buruk oleh lawan politik. Karena itu,
mengonter barbagai isu miring adalah bagian dari pemasaran politik juga.
Tugas berat pertama seorang
pemasaran politik yang bertugas membangun citra positif sebuah lembaga politik
atau produk politik adalah memperkenalkan lembaga politik atau produk politik
tersebut kepada public.Untuk memperkenalkan sesuatu yang baru agar diketahui
dan dikenal oleh public memerlukan kerja keras dan cerdas, salahsatunya membuat
berbagai alat sosialisi seperti selebaran, brosur, iklan, pemberitaan media
cetak dan elektronik, juga online.Pembentukan citra sangat penting bagi parpol
baru atau kandidat yang belum di kenal oleh masyarakat.
Upaya memperkenalkan diri kepada
khalayak merupakan strategi komunikasi yang mutlak dilakukan. Untuk memperoleh pemilih bukan
persoalan yang mudah sebab dewasa ini orang menyamakan diriya dengan orang lain
atau pihak lain semata-mata mengikuti aspek kebutuhan nyata, tetapi lebih pada
rasa membutuhkan. Terlebih ketika pilihan itu semakin hari semakin banyak dan
semua berlomba memperebutkan simpati masyarakat lewat opini public yang
diciptakan yang didesain secara kreatif dan semakin atraktif.
Semakin longgarnya ikatan emosional
dan ideology sebuah institusi politik, pilihan politik semakin mudah berpindah
mengikut arus opini public yang di bentuk di permukaan.Itulah mengapa kemudian
orang berlomba untuk menegejar popularitas melalui polling atau survei.Hasil
polling atau haasil survey keudian dijadikan senjata untuk memancing
ketertarikan public sebab ketika sudah menjadi bagian dari konten media dapat
membangun opini public tentang kehebatan partai politik tertentu atau seorang
kandidat tertentu. Karenanya, tugas seorang pemasaran politik adalah bagaimana
ia dapat semakin mendekatkan partai politik atau actor politik kepada public.
Ia harus cerdas membangun opini public bahwa tidak ada alasan untuk tidak
berpihak kepadanya sehingga lama kelamaan semakin yakin dan menjadi pemilihnya.
Juga, bagaimana cara menciptakan aktivitas komunikasi agara dapat berjalan
secara teratur dan berkesinambungan. Semuanya itu tentu dilakukan dengan
menggunakan berebagai perangkat media agar membangun opini public yang positif
tentang diri dan lembaga yang ditawarkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar