Sabtu, 12 Oktober 2013

Komunikasi Politik dan Opini Publik

Seiring berkembangnya Partai Politik ditanah air, banyak Partai Politik yang memiliki Modal Besar memanfaatkan media karena dianggap berbanding lurus dengan output yang akan dihasilkan bagi partai politik yang sadar media, begitu pentingnya media massa bagi partai politik, tidak sedikit energi yang digunakan untuk keberlangsungan media yang dikelola oleh partai politik.
Misalkan, menjelang pemilu 2004, Partai Demokrat yang merupakan partai relatif baru, membuat Majalah Kandidat, majalah yang dikelola oleh para pakar media ini didesain secara eksklusif. Sehingga banyak yang tidak tahu ini majalah partai politik, karena dari sisi kontennya semakin terlihat banyak mengulas tentang Partai Demokrat dan SBY, akhirnya banyak publik tahu majalah ini milik Partai Demokrat. Para elite partai sadar bahwa media massa sangat penting dalam proses kampanye politik.
Sebagai media partisan, tabloid, majalah dan koran yang berafiliasi dengan partai politik sering kali mengalami pasang surut seiring dinamika dan posisi partai politik sendiri. Media akan besar jika partainya mengalami kejayaan, namun jika perolehan suara partainya menurun, ada fase dimana media seolah-olah tidak diperlukan lagi. Terkadang, media yang dikelola partai politik juga sebenarnya tidak berbanding lurus dengan kepemilikan modal sebab Majalah Kandidat pun kemudian tidak muncul lagi padahal Demokrat menjadi pemenang pemilu 2008 termasuk Pilpres.
Keberadaan media massa dalam partai politik, seolah sangat terkait dengan waktu kampanye menjelang pemilu lima tahun sekali, dipahami bahwa media dibutuhkan hanya menjelang pemilu, padahal, kampanye sebaiknya dilakukan setiap saat selama lima tahun itu.
Menjelang pemilu 2014, pola “perang media” pun semakin masif dan lebih canggih, melainkan seluruh potensi media dikelola secara profesional, media yang digunakan untuk kepentingan politik tidak hanya surat kabar, tabloid dan majalah, tetapi juga televisi, radio dan internet (media online).
Ada yang mengelolanya secara profesional, yang digunakan untuk kepentingan partai politik, seperti MetroTV milik Surya Paloh pendiri Partai Nasional Demokrat, sedangkan TVOne dan ANTV dimiliki oleh pengusaha dan politikus yaitu Aburizal Bakrie yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar, juga ada MNC Group (Global TV dan RCTI) milik Hari Tanoesoedibyo yaitu pendiri Partai Perindo.
Namun masih ada masih ada beberapa group media besar yang masih berada pada posisi netral dari partai politik secara langsung, seperti Tempo Group, Kompas Group dan Jawa Pos Group, ketiga group ini sebenarnya sangat potensial mengingat sudah mengakar dengan puluhan anak perusahaan dan memiliki seluruh versi media dari cetak, elektronik hingga online.
Disini kita dapat melihat betapa besarnya kepentingan politik terhadap media massa. Kuat dugaan, media massa menjadi target yang harus dimiliki, mengingat kekuatan opini yang dibangunnya sangat masif sehingga efektif untuk mensosialisasikan ideologi, program, termasuk mengkonter opini. Kepentingan menyerang lawan dan membela partai, juga sangat efektif dilakukan melalui media yang dimiliki, jadi jelas posisi media massa bagi partai politik berperan dalam membangun opini publik. Dengan daya jangkaunya yang luas dan keserempakan khalayak menerima pesan, media massa menjadi bagian yang sangat vital dalam membangun persepsi masyarakat tentang partainya atau tokoh-tokohnya, oleh karena itu komunikasi politik dalam prakteknya tidak bisa lepas dari opini publik. Di negara Demokrasi, opini publik memiliki peran yang sangat strategis, pesan-pesan politik senantiasa disaluran lewat proses opini publik dengan bantuan media massa. Karenanya, opini publik sangat terkait pula dengan komunikasi politik sebagai salah satu jenis komunikasi yang senantiasa dilakukan oleh manusia.

PENGERTIAN OPINI PUBLIK
Beberapa pengertian Opini Publik menurut Astrid S.Soesanto (1975), adalah sifat umum yang diselidiki ilmu komunikasi yang merupakan bentuk kelompok (sosial) yang kolektif dan tidak permanen. Kata “publik” melukiskan kelompok manusia yang berkumpul secara spontan dengan syarat-syarat :
  1. Menghadapi suatu persoalan
  2. Berbeda opini mengenai suatu persoalan dan berusaha mengatasinya
  3. Untuk mencapai jalan keluar, melalui keinginan berdiskusi. Disini publik belum terbentuk dan tidak terorganisasi. Setiap publik terikat persoalan dengan sendirinya terbentuk banyak publik karena masing-masing mempunyai persoalan yang meminta perhatian. Perkataan “public” membawa persoalan komunikasi mengenai “what the public wants”. Peranan komunikator harus mengetahui keinginan komunikan, misalnya menyebarkan informasi yang sesuai dengan keinginan penerima pesan.
Menurut Leonard W. Doob (Olii,2007), opini publik mempunyai hubungan yang erat dengan sikap manusia yaitu sikap pribadi atau sikap kelompok. Doob selanjutnya mengatakan bahwa opini publik adalah sikap pribadi seseorang ataupun sikap kelompok. Maka itu, sebagian sikapnya ditentukan oleh pengalaman dari dan dalam kelompoknya.William McDougall dan Otto Friedman pun memiliki pendapat yang sama bahwa opini publik dan sikap pribadi manusia memiliki hubungan yang erat. Pengalaman pribadi dan pengalaman masyarakat menentukan sikap apa yang dianggap benar dan salah. Orang menentukan sikap serta membentuk opininya bila menghadapi suatu persoalan.
Dari tinjauan Sosiologi dan Komunikasi :
  1. Dari tinjauan Sosiologi, Emory S. Bogardus mengatakan opini publik dari segi pengaruh politik berpendapat, opini publik merupakan dasar dari hukum, kekuatan hukum tergantung dari dukungan yang diberi opini publik. Apabila opini publik mempunyai opini atau sikap tertentu terhadap suatu masalah, sikap itu mempunyai kekuatan hukum, tertulis ataupun tidak tertulis.
  2. Dari tinjauan Ilmu Komunikasi, mengenai soal-soal tertentu apabila dibawa dalam bentuk tertentu kepada orang-orang tertentu akan memberi efek tertentu pula. Komunikasi yang diadakan dan ditujukan pada persoalan tertentu akan menghasilkan interpretasi dan pernyataan-pernyataan tertentu maka akan ditemukan unsur aktualitasnya. Tindakan komunikasi membawa persoalan kepada orang-orang dengan harapan akan memperoleh tanggapan atau umpan balik.

Menurut Arifin, opini publik adalah salah satu bentuk efek dari pesan politik dalam proses komunikasi yang bersumber dari politikus misalnya, akan menjelma menjadi pesan politik dari publik kepada politikus melalui media massa. Politikus yang pada awalnya berperan sebagai sumber pesan pesan politik akan merubah menjadi penerima pesan atau informasi dan publik akan merubah menjadi sumber pesan atau informasi tentang opini publik yang tercipta. Komunikasi politik yang bersifat timbal balik dan dua arah ini diperankan oleh media massa sebagai alat penyalur. Fungsi sosial media massa selain membentuk opini publik juga menyalurkan opini publik.
Media massa dalam membentuk atau mengarahkan publik, telah melahirkan beberapa teori yang sangat populer seperti Teori Peluru (the bullet theory), Teori Jarum Suntik (Hypodermic needly theory) dan Teori Sabuk Transmisi (Transmission belt theory). Teori-teori tersebut menganggap bahwa khalayak tidak berdaya. Pesan apa pun yang disampaikan pasti kena dan akan tertanam dalam benak khalayak. Sesuai dengan perkembangan wawasan dan daya kritis khalayak terhadap setiap pesan yang diterima, teori-teori tersebut sekarang dipertanyakan karena pola komunikasi yang dilakukan bersifat timbal balik tidak satu arah lagi.
Dalam upaya membangun citra dan opini publik yang positif, sebagai komunikator politik, para politikus selalu memandang bahwa pesan politik apa pun yang disampaikan kepada khalayak melalui media massa pasti akan menimbulkan efek yang positif. Itulah kenapa kegiatan kampanye politik atau sosialisasi politik dilakukan melalui pidato pada rapat umum atau melalui media massa. Kemudian banyak komunikator atau politikus yang menganggap bahwa efek dari opini publik dapat diramalkan, juga bisa diciptakan atau direkayasa melalui perencanaan awal.Inilah pola lama yang sesungguhnya menempatkan khalayak pada posisi pasif, tidak berdaya dan seperti botol kosong.
Zaman berubah, Sosial masyarakat semakin maju, media massa lebih terbuka terhadap masukan, kritik dan opini masyarakat maka komunikasi menjadi tidak sederhana. Proses komunikasi bersifat timbal balik, bahkan hampir tidak dapat diketahui siapa yang memulai dan yang mengakhiri, siapa yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Media massa hanya menjadi lalu lintas opini publik yang ada dimasyarakat. Publik lebih cerdas dalam menangkap isu, memiliki banyak pembanding dalam informasi dan memiliki banyak referensi untuk mengadu wacana.
Menurut Arifin, ada perbedaan antara Massa dan Publik, Publik adalah bagian dari Massa, yaitu suatu kelompok orang yang dihadapkan pada suatu permasalahan (isu) yang sulit dan pada penyelesaiannya yang kontroversial sedangkan Massa terdapat individu-individu yang mengelompok secara spontan karena tertarik oleh masalah yang menyangkut kepentingan umum, terutama yang dilontarkan oleh media massa.
Pada Komunikasi Politik, publik terbentuk dimulai oleh adanya pesan politik yang aktual(baru, menyangkut kepentingan politik dan kontroversial) melalui media massa, diterima dan dibahas oleh kelompok-kelompok di berbagai tempat yang memiliki perhatian, kepentingan dan pengetahuan politik serta penalaran daya kritis dan analisis yang tajam untuk mencari solusi atau pengambilan keputusan politik, keputusan itu dapat berupa penerimaan (pro), protes (kontra) atau melihat perkembangan.
Menurut Rousseau (dalam Arifin, 2008) Publik memiliki 3 level, yaitu :
  1. Level Pertama, Pembuat Opini Publik adalah mereka yang tidak hanya mampu mengemukakan opininya secara terbuka, tetapi juga mampu mempengaruhi opini orang lain, terutama memobilisasi dukungan terhadap opininya atau opini orang lain yang didukungnya.
  2. Level Kedua, Lapisan Menengah (Attentive Public) adalah mereka yang amat tertarik, berminat dan aktif mengamati kecenderungan opini publik. Berdasarkan masukan yang diterimanya, ia pun kemudian menetapkan opininya sendiri, namun tidak mampu memobilisasi dukungan orang lain untuk mendukung opininya.
  3. Level Ketiga, Lapisan Bawah (Mass Media) adalah mereka yang daya antisipasinya sedikit atau tipis sekali, lebih dimotivasi oleh hubungan emosional dan kurang memperhatikan pertimbangan rasional atau akal sehat.
Setiap lapisan publik itu semuanya terjadi pada individu-individu yang memiliki karakter, motivasi dan kepentingan sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lainnya.
Proses opini publik, bukan hanya berlangsung melalui proses komunikasi massa, melainkan proses komunikasi antar pribadi. Menurut Bernard Hennessy (1990) dalam bukunya Pendapat Umum, mengemukakan lima faktor pembentuk opini publik :
  1. Adanya Isu (presence of an issue). Harus terdapat konsensus yang sesungguhnya, opini publik berkumpul disekitar isu. Isu dapat didefenisikan sebagai suatu kontemporer yang didalamnya mungkin tidak terdapat kesepakatan atau kontroversi juga konflik kontemporer.
  2. Adanya kelompok yang dikenal dan berkempentingan terhadap suatu isu (nature of public)
  3. Adanya pilihan yang sulit (complex of preferences) mengacu pada totalitas opini para anggota masyarakat tentang suatu isu.
  4. Adanya suatu pernyataan/opini (expression of opinion). Berbagai pernyataan bertumpuk sekitar isu. Pernyataan biasanya melalui kata-kata yang diucapkan atau dicetak. Menurutnya, opini publik internal mengacu pada sikap ketidak berkenaan publik terhadap isu tertentu yang tidak diungkapkan. Sementara opini publik tersembunyi mengacu pada sikap publik mengenai suatu isu, namun tidak menggugah atau memengaruhi perilakunya.
  5. Adanya sejumlah orang yang terlibat (number of persons involved). Opini Publik adalah besarnya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap isu. Dengan maksud mengesampingkan isu-isu kecil dengan pernyataan-pernyataan yang tidak begitu penting dari individu yang sifatnya sangat pribadi (Helena Olii,2007:20)
Sebagai pesan dalam komunikasi politik, opini publik pada dasarnya memiliki muatan politik yang kental dan menyangkut kepentingan umum serta bersifat terbuka dan aktual, sering disebut sebagai kekuatan politik dan menjadi dasar negara Demokrasi

PROSES TERBENTUKNYA OPINI PUBLIK
Apa yang dilakukan oleh partai politik dengan membuatmedia massa atau membeli media massa atau membeli media yang sudah ada merupakan gambaran sebuah upaya dimana opini public sebenarnya harus diciptakan melalui sebuah “rekayasa” yang sistematis. Suara partai atau kepentingan politik tidak mungkin dengan sendirinya muncul di media massa tanpa upaya yang maksimal dan para elitnya.
Banyak isu yang berkembang di masyarakat, pada umumnya memang dimulai dari informasi yang disampaikan oleh media massa. Rumor-rumor politik, ekonomi, hokum dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan melaluisebuah proses kajian internal karena setiap pesan yang disiarkan pasti telah trseleksi secara ketat dan sadar betul efek apa yang akan ditimbulkannya.
Menurut santoso, opini merupakan pernyataan tentang sikap mengenai suatu masalah yang controversial.Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah controversial yang enimbulkan pendapat berbeda-beda.Menurut Cutlip dan Center, sikap adalah kecenderungan untuk memberikan respons terhadap suatu masalah atau suatu situasi tertentu.
Bagi Olii, opini dan sikap memiliki pengertian yang berbeda walaupun pada kedua istilah itu terdapat suatu interaksi yang berkesinambungan. Sikap ada dalam diri seseorang, sedangkan opini (pernyataan, ekspresi) keluar dari diri seseorang.
Untuk memungkinkan suatu opini baru di terima masyarakat, sikap masyarakat yang bersangkutan harus diusahakan bisa menguntungkan dan mendukung penyebaran opini baru.Selanjutnya, sikap yang bertentangan diusahakan dapat dinetralisasi ataupun dialihkan sehingga opini barupun dapat di terima.
Dalam pembentukan opini suatu persoalan yang diawali dengan diskusi, kemungkinan untuk mencapai opini yang benar ataupun baik bagi pemecahan persoalannya bergantung sekali pada:
1.      Apakah kelompok minoritas dapat juga berbicara lain dari pada kelompok mayoritas. Artinya, diperlukan keterbukaan pendapat tanpa memandang kkelompok mayoritas atai minoritas.
2.      Informasi yang cukup dan benar dapat dipakai sebagai landasan ataupun titik tolak pembentukan pendapat. Opini tidak dimulai dari rumor atau pendapat yang tidak benar atai isu semata.
3.      Sifat manusia untuk berpihak. Setiap manuasia memiliki keberpihakan, hal itu wajar selama tetap berpegang pada opini yang benar.
Sebaggaimana dikutip Olii, Bernard Hennessy menyatakan bahwa perilaku manusia lainnya biasanya berhubungan dengan perbedaan opini .
Pembentukan opini bisa terjasi secara cepat, tetapi juga terkadang sangat lambat, bahkan tidak sedikit opini yang kemudian menggantung tanpa kejelasan.Faktor-faktor yang membatasi dan mempengaruhi sejumlah fakta, pengalaman dan penilaian tentang opini public merupakan bagian dari perumusan opini yang dilakukan tanpa akhir dengan berbagai intensitas dan hasil yang berbeda-beda.
Menurut Kenneth E. Anderson (1972), perhatian adalah perasaan mental ketka pesan (stimulus) dan rangkaian pesan menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat pesan lainnya melemah. Pesan diperhatikan karena sifatnya yang menonjol, antara lain intensitas pesan, kebaruan, dan pengulangan.
Semua pesan dan pembicaraan politik mendapat perhatian, kemudian diolah dan diproses oleh alat kerohanian individu sehingga menjadi pengertiandan pengetahuan.Alat kerohanian itu adalah akal dan intuisi.Akal berfungsi sebagai alat pengetahuan setiap individu yang melahirkan pikiran.Sedangkan intuisi adalah alat pengetahuan manusia yang bersifat instingtif yang berakar pada potensi karsa seseorang.Potensi karsa melahirkan kemauan san perasaan. Karena itu, ia dapat menjadi alat pembanding bagi pikiran dan member arah serta menentukan struktur dan aktivitas pikiran.
H.J. Langevelt menjelaskan bahwa mengetahui menurut akal adalah membuat jiwa, yaitu objek yang selain diingat dan dikuasai olehnya.Apa yang di tangkap dari objek itu adalah wujud pesan dalam jiwa kita dinamakan pengertian.
Mengerti pada dasarnya adalah sesorang dapat menerangkan keadaan secara teratur, dengan member jawaban atas pertanyaan: apa, mengapa, bagaimana, dan untuk apa. Pembentukan pengertian itu melalui tiga fase.Pertama,  fase analisis, yaitu menguraikan totalitas menjadi cirri-ciri. Kedua, fase komparasi, yaitu membandingkansatu dengan cirri-ciri lain yang diperoleh.Ketiga, fase bastraksi, yaitu menyampaikan cirri-ciri yang kebetulan berbeda atau memisahkannya dari cirri-ciri yang khas menjasi sebuah pengertian.
Hasil proses berfikir selanjutnya dalah keputusan membentuk opini atau pendapat dan kesimpulan. Dalam hal inilah, sesorang akan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap suatu pesan atau pembicaran politik yang menyentuh dan merangsang. Setelah proses berfikir ittu, kemudian beralih pada aspek motorik dengan melakukan tindakan politik sebagai manifestasi dari hasil pikiran (sikap dan opini).
Opini individu-individu masih merupakan opini pribadi yang bisa sama atau berbeda satu sama lain.
Syarat opini public harus dinyatakan secara umum dan terbuka agar dapat berfungsi sebagai kekuatan politik karena opini public itu merupakan milik orang banyak dan menyangkut kepentingan umum. Dalam arifin (2008 : 86), Doob menyatakan bahwa opini yang telah dinyatakan itu menjadi actual (public) opinion. Karenanya menurut Iris dan Protho, consensus public yang telah mengalami proses komunikasi disebut opini; sedangkan bila perasaan ataupun pemikiran atau consensus dalam public belum dinyatakan secara umum dan terbuka, masih merupakan sikap (attitude).
Selanjutnya, Cutlip dan Center menyatakan bahwa pembentukan opini public terjadi karena: Pertama,sejumlah orang menyadari suatu situasi dan masalah yang dianggap perlu dipecahan. Maka itu sejumlah orang mencari beberapa alternative sebagai pemecahan masalahnya, yang didasarkan pada fakta yang diperolehnya.Kedua, beberapa alternative lain sebagai saran pemecahan masalah dikemukakan sehingga terjadi diskusi tentang kemungkinan penerimaan salah satu atau beberapa alternative.
Ketiga, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan pilihan terhadap salahsatu atau beberapa alternative yang disetujui bersama melalui pelaksanaan keputusan yang telah diambil.Keempat, berdasarkan keputusan, dirumuskan suatu perincian pelaksanaan dan tindakan dalam bentuk program sebagai konsep kerja yang mancari dukungan lebih luas, bukan saja dalam kelompok yang telah menerimanya, melainkan juga di luar kelompok sehingga terjadilah diskusi secara menjalar di kelompok-kelompok lain.

KARAKTERISTIK OPINI PUBLIK
Opini public merupakan suatu pengumpulan citra yang diciptakan proses komunikasi. Gambaran tentang sesuatu, apakah berbentuk abstrak atau kongkret, bermuka banyak atau berdimensi jamak terjadi akaibat perbedaan penafsiran (persepsi) diantara peserta komunikasi.
Redi Panuju (2002) mengatakan bahwa pergeseran opini berakibat pada opini public. Pergeseran itu sendiri disebabkan beberapa faktor:
1.      Faktor Psikologis
Tidak ada kesamaan antara individu yang satu dengan yang lainnya, yang ada hanya kemiripan yang memiliki banyak perbedaan. Sehingga setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam merespon stimulus atau rangsangan  yang menghampirinya. Perbedaan berdasarkan faktor psikologis menyebabkan perbedaan pemaknaan terhadap kenyataan yang sama. Perbedaan kemungkna bisa mencair karena hancurnya kepercayaan public terhadap isu.Isu tersebut bisa menyempit atau melebar karena ada kecenderungan gejala hiperrealitas dalam komunikasi. Hiperrealitas adalah kecenderungan membesarkan sebagian fakta dengan menyembunyikan fakta yang lain. Hasil dari proses perubahan psikologi, bisa menghasilkan pergeseran makna.
2.      Faktor Sosiologis
Ada anggapan bahwa opini public terlibat dalam interaksi social, isalnya pada:
a.       Saat mewakili citra superioritas, yaitu barang siapa menguasai opini public, ia akan mengendalikan orang lain.
b.      Opini Publik mewakili suatu kejadian sehingga individu merasakan keberadaannya dalam opini public serta keterlibatannya sebagai bagian anggota masyarakat.
c.       Opini public berhubungan dengan citra, rencana, dan opersi. Kenneth R. Boulding (1969) mengutarakan, citra, rencana, dan operasi merupakan matriks dari tahap-tahap kegiatan dalam situasi yang selalu berubah. Matriks prilaku sangat bergantung pada citra.
d.      Opini public disesuaikan dengan kemauan  banyak orang. Untuk itu, banyak orang brelomba memanfaatkan opini public sebagai argumentsi atas alasan memuruskan sesuatu.
e.       Opini public identik dengan hegemoni ideology. Kelompok atau pemerintah yang ingin tetap berkuasa, harus mampu menjadikan ideology kekuasaan dominan dalam opini public.
3.      Faktor Budaya
Budaya dapat diartikan sebagai seperangkat nilai yang digunakan untuk mengelola kehidupan manusia, memelihara hidup, menjaga dari gangguan internal maupun eksternal, dan mengembangkannya. Masyarakat kita menyenangi gossip atau isu atau rumor (desas-desus) sehingga gejala meme (suatu unit informasi yang tersimpan di benak seseorang, yang memengaruhi kejadian dilingkungan sedemikian rupa sehingga tertular di benak orang lain) cepat menyebar menembus jaringan-jaringan social yang terisolasi. Akibatnya, terjadilah interaksi antara tradisi dan etika.Interaksi itu berhenti pada tataran opini public.
4.      Faktor Media Massa
Mengutip Meyer, Olii mengatakan bahwa interaksi antara media massa dengan intstitusi masyarakat menghasilkan produk isi media. Oleh audiens, isi media diubah menjadi gugusan-gugusan makna. Hasil drip roses penyandian itu sangat ditentukan oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, pengalaman masa lalu, kepribadian, dan selektivitas dalam penafsiran.

CITRA DAN OPINI PUBLIK
Politik citra menjadi trend bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di Negara-negara maju seperti Amerika serikat atau Negara-negara Eropa.Popularitas menjadi hal yang sangat penting selain kandidat dan lembaga politik harus selalu berhati-hati agar tidak terjebak pada citra buruk yang mungkin dapat ditimbulkan oleh lawan politiknya.Pada dunia yang dipenuhi dengan perang citra, bangunan citra positif bisa saja jatuh karena ada proses pencitraan yang buruk oleh lawan politik. Karena itu, mengonter barbagai isu miring adalah bagian dari pemasaran politik juga.
Tugas berat pertama seorang pemasaran politik yang bertugas membangun citra positif sebuah lembaga politik atau produk politik adalah memperkenalkan lembaga politik atau produk politik tersebut kepada public.Untuk memperkenalkan sesuatu yang baru agar diketahui dan dikenal oleh public memerlukan kerja keras dan cerdas, salahsatunya membuat berbagai alat sosialisi seperti selebaran, brosur, iklan, pemberitaan media cetak dan elektronik, juga online.Pembentukan citra sangat penting bagi parpol baru atau kandidat yang belum di kenal oleh masyarakat.
Upaya memperkenalkan diri kepada khalayak merupakan strategi komunikasi yang mutlak  dilakukan. Untuk memperoleh pemilih bukan persoalan yang mudah sebab dewasa ini orang menyamakan diriya dengan orang lain atau pihak lain semata-mata mengikuti aspek kebutuhan nyata, tetapi lebih pada rasa membutuhkan. Terlebih ketika pilihan itu semakin hari semakin banyak dan semua berlomba memperebutkan simpati masyarakat lewat opini public yang diciptakan yang didesain secara kreatif dan semakin atraktif.

Semakin longgarnya ikatan emosional dan ideology sebuah institusi politik, pilihan politik semakin mudah berpindah mengikut arus opini public yang di bentuk di permukaan.Itulah mengapa kemudian orang berlomba untuk menegejar popularitas melalui polling atau survei.Hasil polling atau haasil survey keudian dijadikan senjata untuk memancing ketertarikan public sebab ketika sudah menjadi bagian dari konten media dapat membangun opini public tentang kehebatan partai politik tertentu atau seorang kandidat tertentu. Karenanya, tugas seorang pemasaran politik adalah bagaimana ia dapat semakin mendekatkan partai politik atau actor politik kepada public. Ia harus cerdas membangun opini public bahwa tidak ada alasan untuk tidak berpihak kepadanya sehingga lama kelamaan semakin yakin dan menjadi pemilihnya. Juga, bagaimana cara menciptakan aktivitas komunikasi agara dapat berjalan secara teratur dan berkesinambungan. Semuanya itu tentu dilakukan dengan menggunakan berebagai perangkat media agar membangun opini public yang positif tentang diri dan lembaga yang ditawarkannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar